Jumat, 06 November 2020

Belajar Menulis Baren Om Jay, hari ke 14, tanggal 4 Npember 2020

 


MENEMBUS PENERBIT MAYOR SERI 2

Hari ini kelelahan kurasakan.  Mengerjakan ini itu membuatku diujung kekuatanku. Dibatas kekuatanku,  aku berusaha menyisakan tenagaku untuk kuliah malam ini di kelas Om Jay.  

Malam ini ada kekosongan di kelasku.  Kursi Om Jay kosong karena beliau sedang sakit.  Perkuliahan pun di buka oleh ibu Aam sekaligus sebagai moderator. Adapun dosen kami adalah bapak Edi S. Mulyanta.  

Pria yang lahir pada tahun 1969 ini memiliki keterampilan yang luar biasa dibidang IT.  Beliau adalah jebolan universitas ternama yaitu Universitas Gajah Mada. Jurusan yang beliau tekuni adalah S1 Geografi dan S2 Magister Teknologi Informasi.  

Sejumlah posisi bergengsi sudah beliau tempati, diantaranya: 
1.  Staff LitBang Komputer PT. Wahana Semarang 1994-2000
2. Staff EDP PT. Sanggar Film Semarang 1995-2001
3. Ka. Lab. Komputer STMIK Proactive Yogyakarta 2001-2002
4. Dosen Tamu Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta 2002
5. Staff Net Business PT. Bayu Indra Grafika Yogyakarta 2002
6. Staff Litbang Penerbitan ANDI Jogjakarta 2003-2004
7. Product Development Penerbitan ANDI Jogjakarta 2004-2006
8. Ka. Biro Penerbitan Buku Umum (PBU) Andi Jogjakarta 2006-2007
9. Manager Operasional PBU ANDI Jogjakarta 2008 – Sekarang
10. Founder pasar e-book Perguruan Tinggi (PerTi) http://ebukune.my.id
11. Founder pasar e-book non PerTi http://bukudigital.my.id

Di dunia tulis menulis pun, Pak Edi tak kalah dengan narasumber yang pernah hadir di kelas kami. 
Beberapa buku hasil karya beliau pun di sampaikan kepada kami. 
1. Lebih Mahir dengan Microsoft Word 2019, Membantu Menulis Dokumen, Laporan, Karya Tulis        Ilmiah, Skripsi hingga Buku - 2020
2. Lebih Kreatif dengan Adobe Photoshop CS4 2008
3. Corel Draw X4 2008
4. Teknik Modern Fotografi Digital 2007
5. Pengolahan Digital Image dengan Photoshop CS3 2007
6. Menyusun Karya Tulis Ilmiah Menggunakan MS Office Word, 2006
7. Special Workshop: Teknik Airbrush Menggunakan Photoshop CS2 2005
8. Menjadi Desainer Layout Andal dengan Adobe InDesign CS 2005
9. Pengenalan Protokol Jaringan Wireless Komputer 2005
10. Trik & Teknik Profesional CorelDraw 12 2004
11. Kupas Tuntas Ponsel Anda 2003

Di penerbit Andi, Pak Edi menempati posisi sebagai Manajer Operasional. Tugas beliau mengamati dan menganalisa trend  konten buku di pasaran untuk dibuat kesimpulan tema yang menarik di pasar. Tahap selanjutnya adalah membuat peta pesaing dan target penulis yang sesuai dengan trend yang berlaku di pasaran.

SIMBIOSIS PENULIS DAN PENERBIT

Sesuatu yang wajar jika gayung harus bersambut ketika kita menginginkan sesuatu dari orang lain. Sekuat dan sepenting apapun urusan kita, jika melibatkan orang lain maka orang yang kita tuju harus mengerti apa maksud kita. 

Hal ini juga berlaku pada penerbit maupun penulis. Ketika pihak penerbit sudah menemukan trend tulisan yang sedang viral di pasar, pencarian naskah pun di mulai. Tidak semudah membalikkan telapak tangan ketika proses pencarian naskah dilakukan. Mencari penulis yang mampu menulis sesuai permintaan pasar menjadi sebuah keharusan.

Di  sisi lain, setiap penulis pasti ingin menerbitkan naskahnya menjadi buku. Sekuat atau  sebaik apapun dia mampu menulis hal-hal yang sedang hangat, jika dia tidak mampu menemukan penerbit yang sesuai dengan naskahnya maka jalan buntu akan dia hadapi. Selain itu kemampuan menulis hal-hal yang sedang trend di masyarakat juga harus dimiliki. Menulis materi yang sedang viral aan lebih diminati oleh pihak penerbit untuk tujuan pemuasan konsumen dan omset pencetakan buku.

Dari dua paparan di atas, sudah jelas bahwa ada hubungan yang saling menguntungkan antara penulis dan penerbit. Inilah yang dinamakan gayung bersambut. 

IKAPI VS APTI

Apa sih IKAPI dan APTI? Apa persamaan antara kedua organisasi ini? Apa pula perbedaan antara keduanya? IKAPI singkatan dari Ikatan Penerbit Indonesia. Sedangkan APTI singkatan dari Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi.   Ya, IKAPI dan APTI sama-sama penerbit yang sudah diakui oleh pemerintah. Penerbit yang tergabung dalam kedua organisasi tersebut memiliki hak atau ijin mengeluarkan ISBN di bawah Perpustakaan Nasional. Inilah persamaan antara IKAPI da APTI.

Mengenai perbedaan antara kedua organisasi di atas adalah sebagai berikut:
1. IKAPI merupakan penerbit yang hanya mencari keuntungan, sedangkan APTI lebih mengutamakan     kualitas buku-buku terbitannya. Buku-buku terbitan APTI disesuaikan degan keilmuan atau kebutuhan perguruan tinggi.
 
2. Dilihat dari target pasar, IKAPI memiliki keleluasaan dalam berproduksi karena  jenis-jenis buku yang diterbitkan lebih luas dan lebih diminati oleh masyarakat. Lain halnya dengan APTI yang hanya memiliki target pasar terbatas  pada lembaga pendidikan tinggi.

MUNCULNYA ISTILAH PENERBIT MAYOR DAN MINOR

Mengapa muncul istilah di atas? Bagaimana silsilahnya? Pembagian penerbit mayor dan minor sebenarnya tidak ada peraturan yang menyebabkan munculnya kedua istilah di atas. Menurut Pak Edi, jumlah Anggota IKAPI yang lebih dari 1000 akan menyulitkan utamanya penulis pemula untuk menyerahkan naskahnya kepada penerbit mana. 

Munculnya istilah mayor  dan minor hanya dimaksudkan untuk memudahkan penulis menyerahkan naskah yang sesuai dengan penerbit. Hal ini perlu dilakukan karena setiap penerbit memiliki khas masing-masing. Standar naskah pun berbeda antara penerbit satu dengan yang lainnya.

"Apabila bapak ibu mempunyai tulisan Fiksi, penerbit yang memang kuat di pasar buku Fiksi, sehingga bapak ibu bisa mengirimkan naskah ke sana, jangan keliru mengirimkan naskah ke penerbit yang lebih kuat di Non Fiksi." pesan Pak Edi.

Cara mudah mengenali penerbit mayor dan minor adalah dengan melihat kode nomor ISBN.  Pengkodean ini juga berguna bagi lembaga DIKTI untuk memberikan penilaian terhadap penerbit.

LANGKAH-LANGKAH MENAWARKAN NASKAH

Setiap penulis pasti memiliki tujuan akhir bisa menghasilkan mahakarya dalam bentuk buku. Akan tetapi, tidak setiap penulis mengetahui bagaimana mengolah naskahnya menjadi buku. Untuk yang satu ini, Pak Edi berbagi ilmu kepada kami. 

Langkah awal ketika naskah sudah selesai adalah mengajukan proposal kepada penerbit. Proposal ini sebagai media menawarkan naskah pada pihak penerbit. Berikut tata urutan proposalnya:
1. Judul utama buku
2. Sub judul  (jika diperlukan)
3. Outline lengkap naskah
4. Target/sasaran pembaca buku
5. Curriculum Vitae penulis (dalam bentuk narasi)
6. Sample naskah  untuk mengetahui gaya penulisan 

Menurut Pak Edi, gaya penulisan juga menentukan ketertarikan pembaca. Gaya penulisan yang banyak menggunakan kalimat aktif lebih disukai pembaca.

Setelah proposal naskah masuk ke penerbit, tahap selanjutnya menjadi hak prerogatif pihak penerbit. Tahap cek plagiasi akan dilakukan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar plagiasi telah dilakukan oleh penulis. Cek plagiasi  bisa dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi atau secara manual. 

Hasil cek plagiasi inilah yang akan sangat menentukan diterima atau tidaknya  proposal naskah. Apabila terjadi plagiasi yang sudah melebihi batas maksimal toleransi, naskah akan dikembalikan dan dimohon untuk direvisi. Plagiasi yang sering terjadi adalah teks dan gambar yang telah disadur tanpa menyertakan sumbernya. Untuk naskah non-fiksi, pencantuman sumber adalah sebuah keharusan. Sedang untuk fiksi tidak perlu mencantumkan sumbernya.

Tahap akhir adalah membuat resume, abstrak atau sinopsis. Bagian ini biasanya akan dicantumkan pada sampul buku bagian belakang. Sinopsis sebaiknya dilakukan sendiri oleh penulis karena yang lebih tahu isi naskah adalah penulis itu sendiri.

Untuk  pemasaran buku setelah naskah dinyatakan diterima, penulis disarankan mencari endorsement yang akan berpengaruh  dan membantu penjualan buku ketika sudah dicetak. 

Demikian resume materi kuliah kelas Om Jay hari ke 14, tanggal 4 Nopember 2020. Semoga bermanfaat...Salam literasi...Semangat menulis

Rabu, 04 November 2020

Belajar Menulis Bareng Om Jay, hari ke 13, tanggal 2 Nopember 2020


MENEMBUS PENERBIT MAYOR

Hari ini bertepatan dengan hari Senin tanggal 2 Nopember 2020, sebuah dilema harus aku hadapi. Bagamana tidak? Dua agenda harus ku ikuti dalam waktu yang bersamaan. Dua kerinduan yang sama besarnya menyelimutiku. Kerinduan akan pertemuan dengan guru-guru hebatku di kelas menulis bersama Om Jay begitu besar karena rasa hausku akan ilmu dari guru-guruku. 

Kerinduan yang sama juga aku rasakan. Selama pandemi ini, semua kegiatan sosialku otomatis berhenti. Ketakutan akan ancaman si Covid menghantuiku. Kepatuhan akan protokol kesehatan juga menjadi alasan utama penghentian semua kegiatanku. 

Bu Mur, "Bu Yuli, nanti malam tadarus kelompok Khoirul Ummah sudah kita mulai, ya." 

Kalimat bu Mur inilah yang membuatku memilih kerinduan mana yang akan aku kerjakan terlebih dahulu. Setelah hampir delapan bulan  kegiatan tadarus dihentikan, nanti malam akan menjadi malam perdana kegiatan kami. 


Setelah berpikir sejenak, aku memutuskan untuk mengikuti tadarus dulu dengan pertimbangan kuliah kelas Om Jay dapat aku baca nanti setelah selesai kegiatan tadarus bersama. 

Dengan mantab, aku dan suamiku berangkat membuang rasa rindu bertemu kawan-kawan kami yang sudah delapan bulan tidak bertemu dalam satu majelis. 

Kegiatan tadarus pun selesai sudah. Perlu waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai rumah. Tepat jam 21.00 wib, kami memasuki rumah. Segera ku sambar handphone ku. Masya Allah, 225 chat menumpuk di grup kelas Om Jay. Memang  WAG ini tidak kubuka sejak pulang kantor. 

Meski lelah karena hampir tidak istirahat setelah pulang dari kantor, ku buka dan kubaca chat WAG kelasku. 

 

Perkuliahan malam ini dipandu oleh perempuan cantik, Bunda Aam. Sebagai pemateri beliau Bapak Joko Mumpuni direktur Penerbit Mayor PT. Andi. Tokoh satu ini akan berbagi pengetahuan seputar penerbitan buku. 

Mengawali materinya, beliau memperkenalkan jenis-jenis buku. Berikut skema produk buku di pasar:

Seperti ikan ya bentuk skema produk buku di atas! Buat apa sih Pak Joko memperkenalkan skema diatas? Tentu ada alasannya. Dengan skema diatas, para penulis akan mengetahui jenis-jenis buku. Dengan  mudah pula para penulis menentukan jenis buku yang akan dihasilkannya.

Jika memilih jenis buku teks, maka isi bukunya berupa materi-materi pelajaran. Jenjangnya mulai dari SD, SMP, SMA atau pun SMK. Sedangkan untuk tingkat perguruan tinggi, jenis buku dibagi lagi menjadi dua, yaitu eksak dan non eksak.


Jika non teks menjadi pilihan penulisan naskahnya, maka tujuan penulisannya bukan untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas. 

Ada dua kategori untuk jenis buku non teks ini; 
☝Buku fiksi dan non fiksi. Contoh buku fiksi adalah cerpen, novel, puisi, dan lain-lain.

✌Buku non-fiksi. Contoh dari kategori ini antara lain buku tentang anak, pengetahuan umum, aktivitas anak, dan lain-lain.

ALUR PENERBITAN BUKU


Dari penjelasan pak Joko Mumpuni, alur penerbitan buku melibatkan banyak lembaga. Namun disederhanakan seperti skema di atas. Menurut beliau, penulis menduduki posisi penting. Seperti diketahui bahwa penerbit sebagai sebuah lembaga tentu saja memiliki karyawan. Karyawan-karyawan ini pasti membutuhkan gaji. Gaji mereka didapat dari omset yang diperolah oleh penerbit di mana mereka bekerja. 

Mata rantai selanjutnya adalah penerbit itu sendiri. Ada atau tidak adanya naskah sudah pasti tergantung pada naskah yang dikirimkan oleh penulis. Selanjutnya, naskah yang sudah dicetak akan dikirim ke penyalur buku agar sampai  pada pembaca. 

NASKAH YANG BISA DITERBITKAN
(PENERBIT MAYOR)


Rasa was-was tentang bisa atau  tidaknya naskah diterbitkan menjadi sebuah buku, pasti menjadi pertanyaan yang besar pada diri penulis. Apalagi penulis pemula yang sama sekali belum memiliki nama besar. Tapi ada  secercah harapan ketika kita melihat slide yang diberikan oleh pak Joko Mumpuni. Penulis pemula pun sebenarnya memiliki kesempatan untuk menerbitkan buku. 

Slide di atas sudah secara gamblang memberikan patokan bagaimana sebuah naskah bisa atau  tidak diterbitkan. Keempat bagian tersebut memiliki pandangan baik dari sisi penulis maupun naskahnya. Posisi kita ada dimana sebagai penulis? 

Di kotak oranye, sudah jelas penulis tidak perlu khawatir dengan naskahnya. Nama besarnya sudah menjamin terbitnya naskah yang ditulisnya.  Naskah sudah pasti diterima dan diterbitkan karena penulis sudah terkenal meski naskah tidak populer. 

Jika posisi  kita sebagai penulis ada di kota hijau tosca, meski bukan penulis terkenal tapi karena temanya populer sudah pasti naskah akan diterbitkan. Mungkin di kotak ini memberikan secercah harapan.

Jika posisi  kita berada di kotak hijau muda, maka inilah posisi yang sangat menguntungkan dan menjanjikan. pihak penerbit tidak akan merugi jika mencetak naskahnya. Jaminan buku laku di pasaran sudah di depan mata. 

Posisi terakhir ada di kotak merah jambu. Ketika kita ada di posisi ini, jangan pernah berharap naskah kita akan diterbitkan di penerbit mayor. 

tantangan  penerbitan buku

Setelah berbagi pengetahuan tentang alur penerbitan buku, pakk Joko  Mumpuni menyampaikan  hambatan-hambatan dalam penerbitan buku. Banyak faktor yang menghadang dalam penerbitan buku baik dari segi naskah maupan konsumen/pembaca. 

Hal-hal tersebut adalah :
πŸ‘€  Rendahnya minat baca.
Rendahnya minat baca dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
*Rendahnya budaya membaca 
Budaya membaca orang Indonesia masih ketinggalan jika dibandingkan dengan negara lain.
Penggunaan waktu senggang untuk membaca masih rendah.

* Kurangnya bahan bacaan
Kurangnya bahan bacaan menjadi penghambat majunya penerbit. Hal ini karena kurangnya naskah yang masuk.

*Rendahnya kualitas bacaan
Secara logika, orang akan tertarik membaca buku jika kualitas buku tersebut bagus. Tentu hal ini akan mempengaruhi permintaan pasar. 

Omset percetakan pun akan tinggi jika pemintaan pasar tinggi. Pada  akhirnya akan mempengaruhi maju mundurnya lembaga percetakan.

πŸ‘€ Rendahnya minat menulis
Rendahnya minat menulis bukan semata-mata kesalahan murni penulis atau calon penulis. Hal ini muncul karena beberapa faktor :
* Budaya   menulis
Masih rendahnya budaya menulis menyebabkan kemalasan dalam menulis. Ide mungkin ada akan  tetapi tidak dituangkan dalam bentuk tulisan. 

* Tidak memiliki prosedur menulis dan penerbitan
Dua hal di atas merupakan kesatuan yang tidak bisa diabaikan. Ilmu menulis harus dimiliki jika ingin menghasilkan karya yang baik.  

*Anggapan yang salah tentang dunia penulisan dan penerbitan 
Ada pendapat bahwa menulis itu susah apalagi sampai menerbitkan buku. Ketika kita sudah mengatakan menulis itu susah maka sudah bisa dipastikan kita tidak akan mau mulai menulis. 

Seandainya naskah sudah ada pun, seolah masih ada jurang menghadang bagi seorang penulis apalagi penulis pemula. Penolakan atau ketidaksesuaian naskah dengan visi misi penerbit menjadi momok bagi penulis. 

πŸ‘€ Apresiasi hak cipta
Kurangnya apresiasi hak cipta menyebabkan munculnya pembajakan dan duplikasi ilegal. Kedua hal tersebut muncul karena kurang kuatnya perangkat hukum

CIRI-CIRI  PENERBIT 
YANG BAIK
(Penerbit Mayor ataupun Minor)

Tujuan penulisan naskah sudah pasti untuk diterbitkan. Mengenai hal  ini, pak Joko berpesan agar hati-hati dalam memilih penerbit. 

Menurut beliau, ada hal-hal yang harus  diperhatikan dalam memilih penerbit yang baik. Berikut rangkuman beliau mengenai ciri-ciri penerbit yang baik :
πŸ™†  Memiliki visi dan misi yang jelas
Hal ini sangat penting diketahui agar penulis bisa menyesuaikan jenis naskahnya dengan penerbit. Misalnya, jika naskah berupa buku pelajaran maka carilah penerbit yang memiliki visi misi di bidang pendidikan.

πŸ™†  Memiliki bussines core lini produk tertentu

πŸ™†  Pengalaman penerbit
Yang dimaksud adalah berapa tahun pengalaman menjadi penerbit. Ibarat pilot, carilah pilot yang sudah memiliki jam terbang yang tinggi.

πŸ™†  Jaringan pemasaran
Agar buku yang diterbitkan bisa dinikmati secara luas, maka pemilihan penerbit yang memilki jaringan pemasaran yang luas menjadi sebuah keharusan. 

Jangan memilih penerbit dengan jaringan lokal agar buku tersebar secara luas. Selain itu, dengan memilih penerbit tingkat nasional, nama penulis juga akan dikenal secara nasional.

πŸ™†  Memiliki percetakan sendiri
Mengapa harus memilih penerbit yang memiliki percetakan sendiri? Ini dimaksudkan demi keamanan naskah yang sudah diterbitkan. Melindungi naskah dari pembajakan karena semua naskah tidak akan diketahui oleh percetakan lain.

πŸ™†Keberanian mencetak sejumlah eksemplar
Keberanian mencetak ulang sebuah buku juga menjdi salah satu ciri penerbit yang baik. Royalti mungkin besar tetapi tidak memiliki keberanian mencetak ulang. Otomatis penerimaan royalti hanya sekali.  Beda dengan penerbit yang berani mencetak  ulang buku kita. Royalti yang akan kita dapat juga berulang-ulang.

πŸ™†  Kejujuran dalam royalti
Hal yang paling penting diantara tujuh ciri penerbit yang baik  adalah kejujuran dalam pembayaran royalti. Unsur penipuan dan ketidakpastian mengenai jumlah cetakan dan jumlah buku yang laku. Pembayaran harus sesuai dengan buku yang terjual.

SENTILAN HANGAT NAN TEGAS DARI PAK DIREKTUR

UNTUK CALON PENULIS

Nah, inilah hal yang harus dipikirkan oleh  calon penulis yang berniat menjadi penulis. Ada di mana posisi kita? Kita sendiri yang mampu menjawab. 

Jenis tulisan apa yang akan dijadikan mahakarya juga terpulang pada diri pribadi penulis agar bisa menerbitkan buku dan menambah penghasilan sebagai penghargaan atas jerih payah kita.

Inilah resume kuliah hari ke 13 kali ini. Semoga bermanfaat......salam literasi....

Minggu, 01 November 2020

10 Kilometer Demi Ibu

Sore ini seperti biasa aku dan suamiku memupuk cinta kami berdua.  Entah mengapa spot favorit kami tidak berubah, nonton layang-layang naga mengangkasa.  

Sebelum pergi aku sempatkan berpamitan pada Uti (sebutan nenek dalam bahasa Jawa).  Kusempatkan pula bertanya," Ti,  kami mo keluar sebentar. Uti pesen apa?" 

"Bakso, " jawab Uti dengan cepat.

Dalam hati aku berpikir, aduh pesanan Uti bisa kuwujudkan tidak? 

Sepanjang perjalanan aku berpikir, tujuan awalku keluar rumah untuk menikmati hiburan murah. Jaraknya juga tidak terlalu jauh. Kira-kira tiga kilometeran saja. 

Nah,  ini Uti pesen makanan.  Dan bagiku permintaan Uti adalah perintah. 

Mungkin bagi sebagian orang hal ini sepele.  Ah,  cuma bakso saja kok dipikir repot. Uti sudah punya selera sendiri rasa bakso favoritnya. Penjual mana yang sesuai dengan lidah beliau,  itu yang dimaui Uti.  

Selain itu,  jarak rumah kami dengan bakso yang klop dengan selera Uti lumayan jauh.  Sekitar sepuluh kilometeran.  Jarak yang cukup wow untuk sebungkus bakso. 

Ya sudahlah....kuajak suamiku melewati spot penerbangan layang-layang naga. Tujuan awal menikmati naga pun berubah.  Permintaan Uti harus kami wujudkan terlebih dahulu. 

"Buk,  kira-kira Pak Kribo masih buka tidak, ya? " tanya suamiku. Pak Kribo adalah nama warung bakso yang biasa menggoyang lidah Uti. 

"Kita coba saja,Yah," jawabku. 

Suamiku memacu motor dengan kecepatan sedang. Rasa ragu masih menggayutiku.  Masih buka atau tidak penjual baksonya.  Semoga saja si bakso favorit masih menjadi rejeki Uti.  

Solusi alternatif pun sudah kupikirkan. Penjual bakso yang rasanya hampir sama dengan bakso Pak Kribo. 

Sekitar lima belas menit perjalan sudah kami tempuh. Plakat Pak Kribo pun sudah tampak.  

"Alhamdulillah. Masih buka, Yah, " kataku. 

Setelah bakso Pak Kribo kami dapatkan,  kami kembali melintasi jalur penerbangan naga.  Ah..... Nikmat sekali.  Bakso sudah di tangan dan kami pun masih bisa menikmati lima belas naga yang terbang sore ini. 

Uti,  kaulah keramat kami.  Sepuluh kilometer demi sebungkus bakso tidak masalah bagi kami. Sehat selalu ya Uti...