Rabu, 04 November 2020

Belajar Menulis Bareng Om Jay, hari ke 13, tanggal 2 Nopember 2020


MENEMBUS PENERBIT MAYOR

Hari ini bertepatan dengan hari Senin tanggal 2 Nopember 2020, sebuah dilema harus aku hadapi. Bagamana tidak? Dua agenda harus ku ikuti dalam waktu yang bersamaan. Dua kerinduan yang sama besarnya menyelimutiku. Kerinduan akan pertemuan dengan guru-guru hebatku di kelas menulis bersama Om Jay begitu besar karena rasa hausku akan ilmu dari guru-guruku. 

Kerinduan yang sama juga aku rasakan. Selama pandemi ini, semua kegiatan sosialku otomatis berhenti. Ketakutan akan ancaman si Covid menghantuiku. Kepatuhan akan protokol kesehatan juga menjadi alasan utama penghentian semua kegiatanku. 

Bu Mur, "Bu Yuli, nanti malam tadarus kelompok Khoirul Ummah sudah kita mulai, ya." 

Kalimat bu Mur inilah yang membuatku memilih kerinduan mana yang akan aku kerjakan terlebih dahulu. Setelah hampir delapan bulan  kegiatan tadarus dihentikan, nanti malam akan menjadi malam perdana kegiatan kami. 


Setelah berpikir sejenak, aku memutuskan untuk mengikuti tadarus dulu dengan pertimbangan kuliah kelas Om Jay dapat aku baca nanti setelah selesai kegiatan tadarus bersama. 

Dengan mantab, aku dan suamiku berangkat membuang rasa rindu bertemu kawan-kawan kami yang sudah delapan bulan tidak bertemu dalam satu majelis. 

Kegiatan tadarus pun selesai sudah. Perlu waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai rumah. Tepat jam 21.00 wib, kami memasuki rumah. Segera ku sambar handphone ku. Masya Allah, 225 chat menumpuk di grup kelas Om Jay. Memang  WAG ini tidak kubuka sejak pulang kantor. 

Meski lelah karena hampir tidak istirahat setelah pulang dari kantor, ku buka dan kubaca chat WAG kelasku. 

 

Perkuliahan malam ini dipandu oleh perempuan cantik, Bunda Aam. Sebagai pemateri beliau Bapak Joko Mumpuni direktur Penerbit Mayor PT. Andi. Tokoh satu ini akan berbagi pengetahuan seputar penerbitan buku. 

Mengawali materinya, beliau memperkenalkan jenis-jenis buku. Berikut skema produk buku di pasar:

Seperti ikan ya bentuk skema produk buku di atas! Buat apa sih Pak Joko memperkenalkan skema diatas? Tentu ada alasannya. Dengan skema diatas, para penulis akan mengetahui jenis-jenis buku. Dengan  mudah pula para penulis menentukan jenis buku yang akan dihasilkannya.

Jika memilih jenis buku teks, maka isi bukunya berupa materi-materi pelajaran. Jenjangnya mulai dari SD, SMP, SMA atau pun SMK. Sedangkan untuk tingkat perguruan tinggi, jenis buku dibagi lagi menjadi dua, yaitu eksak dan non eksak.


Jika non teks menjadi pilihan penulisan naskahnya, maka tujuan penulisannya bukan untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas. 

Ada dua kategori untuk jenis buku non teks ini; 
☝Buku fiksi dan non fiksi. Contoh buku fiksi adalah cerpen, novel, puisi, dan lain-lain.

✌Buku non-fiksi. Contoh dari kategori ini antara lain buku tentang anak, pengetahuan umum, aktivitas anak, dan lain-lain.

ALUR PENERBITAN BUKU


Dari penjelasan pak Joko Mumpuni, alur penerbitan buku melibatkan banyak lembaga. Namun disederhanakan seperti skema di atas. Menurut beliau, penulis menduduki posisi penting. Seperti diketahui bahwa penerbit sebagai sebuah lembaga tentu saja memiliki karyawan. Karyawan-karyawan ini pasti membutuhkan gaji. Gaji mereka didapat dari omset yang diperolah oleh penerbit di mana mereka bekerja. 

Mata rantai selanjutnya adalah penerbit itu sendiri. Ada atau tidak adanya naskah sudah pasti tergantung pada naskah yang dikirimkan oleh penulis. Selanjutnya, naskah yang sudah dicetak akan dikirim ke penyalur buku agar sampai  pada pembaca. 

NASKAH YANG BISA DITERBITKAN
(PENERBIT MAYOR)


Rasa was-was tentang bisa atau  tidaknya naskah diterbitkan menjadi sebuah buku, pasti menjadi pertanyaan yang besar pada diri penulis. Apalagi penulis pemula yang sama sekali belum memiliki nama besar. Tapi ada  secercah harapan ketika kita melihat slide yang diberikan oleh pak Joko Mumpuni. Penulis pemula pun sebenarnya memiliki kesempatan untuk menerbitkan buku. 

Slide di atas sudah secara gamblang memberikan patokan bagaimana sebuah naskah bisa atau  tidak diterbitkan. Keempat bagian tersebut memiliki pandangan baik dari sisi penulis maupun naskahnya. Posisi kita ada dimana sebagai penulis? 

Di kotak oranye, sudah jelas penulis tidak perlu khawatir dengan naskahnya. Nama besarnya sudah menjamin terbitnya naskah yang ditulisnya.  Naskah sudah pasti diterima dan diterbitkan karena penulis sudah terkenal meski naskah tidak populer. 

Jika posisi  kita sebagai penulis ada di kota hijau tosca, meski bukan penulis terkenal tapi karena temanya populer sudah pasti naskah akan diterbitkan. Mungkin di kotak ini memberikan secercah harapan.

Jika posisi  kita berada di kotak hijau muda, maka inilah posisi yang sangat menguntungkan dan menjanjikan. pihak penerbit tidak akan merugi jika mencetak naskahnya. Jaminan buku laku di pasaran sudah di depan mata. 

Posisi terakhir ada di kotak merah jambu. Ketika kita ada di posisi ini, jangan pernah berharap naskah kita akan diterbitkan di penerbit mayor. 

tantangan  penerbitan buku

Setelah berbagi pengetahuan tentang alur penerbitan buku, pakk Joko  Mumpuni menyampaikan  hambatan-hambatan dalam penerbitan buku. Banyak faktor yang menghadang dalam penerbitan buku baik dari segi naskah maupan konsumen/pembaca. 

Hal-hal tersebut adalah :
πŸ‘€  Rendahnya minat baca.
Rendahnya minat baca dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
*Rendahnya budaya membaca 
Budaya membaca orang Indonesia masih ketinggalan jika dibandingkan dengan negara lain.
Penggunaan waktu senggang untuk membaca masih rendah.

* Kurangnya bahan bacaan
Kurangnya bahan bacaan menjadi penghambat majunya penerbit. Hal ini karena kurangnya naskah yang masuk.

*Rendahnya kualitas bacaan
Secara logika, orang akan tertarik membaca buku jika kualitas buku tersebut bagus. Tentu hal ini akan mempengaruhi permintaan pasar. 

Omset percetakan pun akan tinggi jika pemintaan pasar tinggi. Pada  akhirnya akan mempengaruhi maju mundurnya lembaga percetakan.

πŸ‘€ Rendahnya minat menulis
Rendahnya minat menulis bukan semata-mata kesalahan murni penulis atau calon penulis. Hal ini muncul karena beberapa faktor :
* Budaya   menulis
Masih rendahnya budaya menulis menyebabkan kemalasan dalam menulis. Ide mungkin ada akan  tetapi tidak dituangkan dalam bentuk tulisan. 

* Tidak memiliki prosedur menulis dan penerbitan
Dua hal di atas merupakan kesatuan yang tidak bisa diabaikan. Ilmu menulis harus dimiliki jika ingin menghasilkan karya yang baik.  

*Anggapan yang salah tentang dunia penulisan dan penerbitan 
Ada pendapat bahwa menulis itu susah apalagi sampai menerbitkan buku. Ketika kita sudah mengatakan menulis itu susah maka sudah bisa dipastikan kita tidak akan mau mulai menulis. 

Seandainya naskah sudah ada pun, seolah masih ada jurang menghadang bagi seorang penulis apalagi penulis pemula. Penolakan atau ketidaksesuaian naskah dengan visi misi penerbit menjadi momok bagi penulis. 

πŸ‘€ Apresiasi hak cipta
Kurangnya apresiasi hak cipta menyebabkan munculnya pembajakan dan duplikasi ilegal. Kedua hal tersebut muncul karena kurang kuatnya perangkat hukum

CIRI-CIRI  PENERBIT 
YANG BAIK
(Penerbit Mayor ataupun Minor)

Tujuan penulisan naskah sudah pasti untuk diterbitkan. Mengenai hal  ini, pak Joko berpesan agar hati-hati dalam memilih penerbit. 

Menurut beliau, ada hal-hal yang harus  diperhatikan dalam memilih penerbit yang baik. Berikut rangkuman beliau mengenai ciri-ciri penerbit yang baik :
πŸ™†  Memiliki visi dan misi yang jelas
Hal ini sangat penting diketahui agar penulis bisa menyesuaikan jenis naskahnya dengan penerbit. Misalnya, jika naskah berupa buku pelajaran maka carilah penerbit yang memiliki visi misi di bidang pendidikan.

πŸ™†  Memiliki bussines core lini produk tertentu

πŸ™†  Pengalaman penerbit
Yang dimaksud adalah berapa tahun pengalaman menjadi penerbit. Ibarat pilot, carilah pilot yang sudah memiliki jam terbang yang tinggi.

πŸ™†  Jaringan pemasaran
Agar buku yang diterbitkan bisa dinikmati secara luas, maka pemilihan penerbit yang memilki jaringan pemasaran yang luas menjadi sebuah keharusan. 

Jangan memilih penerbit dengan jaringan lokal agar buku tersebar secara luas. Selain itu, dengan memilih penerbit tingkat nasional, nama penulis juga akan dikenal secara nasional.

πŸ™†  Memiliki percetakan sendiri
Mengapa harus memilih penerbit yang memiliki percetakan sendiri? Ini dimaksudkan demi keamanan naskah yang sudah diterbitkan. Melindungi naskah dari pembajakan karena semua naskah tidak akan diketahui oleh percetakan lain.

πŸ™†Keberanian mencetak sejumlah eksemplar
Keberanian mencetak ulang sebuah buku juga menjdi salah satu ciri penerbit yang baik. Royalti mungkin besar tetapi tidak memiliki keberanian mencetak ulang. Otomatis penerimaan royalti hanya sekali.  Beda dengan penerbit yang berani mencetak  ulang buku kita. Royalti yang akan kita dapat juga berulang-ulang.

πŸ™†  Kejujuran dalam royalti
Hal yang paling penting diantara tujuh ciri penerbit yang baik  adalah kejujuran dalam pembayaran royalti. Unsur penipuan dan ketidakpastian mengenai jumlah cetakan dan jumlah buku yang laku. Pembayaran harus sesuai dengan buku yang terjual.

SENTILAN HANGAT NAN TEGAS DARI PAK DIREKTUR

UNTUK CALON PENULIS

Nah, inilah hal yang harus dipikirkan oleh  calon penulis yang berniat menjadi penulis. Ada di mana posisi kita? Kita sendiri yang mampu menjawab. 

Jenis tulisan apa yang akan dijadikan mahakarya juga terpulang pada diri pribadi penulis agar bisa menerbitkan buku dan menambah penghasilan sebagai penghargaan atas jerih payah kita.

Inilah resume kuliah hari ke 13 kali ini. Semoga bermanfaat......salam literasi....

6 komentar:

  1. Isi resume sudah baik tampilan juga menarik! Mantap Bu sukses terus

    BalasHapus
  2. Mantap banget baik resume maupun tampilannya, sukses bu..

    BalasHapus
  3. Ikut berkomentar ah...
    Kalau untuk penulisan poin-poin, semestinya tetap harus dimulai dengan huruf besar, Bu. Karena itu kaidah yang sudah disepakati.

    BalasHapus
  4. Selesai bu Yuli, saya terlambat tadi.
    Tapi resumenya mantap bu

    BalasHapus

terima kasih atas kunjungan anda