Jumat, 30 Oktober 2020

Belajar Menulis Bareng Om Jay, hari ke 12, tanggal 30 Oktober 2020

BERGURU PADA CIKGU AYU

Sore ini situasi di tempatku tidak terlalu bagus.  Mendung menggelayut dengan warna abu-abu tebalnya.  Angin semilir pun tak ingin kalah untuk menambah suasana semakin dingin.  

Tar..... Tar.... Suara petir menggelegar di angkasa. Tak berapa lama hujan lebat pun turun tak terhentikan.  Dingin... Sangat dingin suasana sore ini. 

Ketakutan pun muncul di hatiku.  Ini malam Sabtu. Pertanda perkuliahan akan kembali dibuka oleh Sang Empu kelas Belajar Menulis Bareng Om Jay.  

"Jangan mati listrik ya Allah." gumamku.  Malam ini aku tidak mau ketinggalan perkuliahanku.  


Lihatlah flyer di atas!  Dua Srikandi  berpadu satu.  Wajah Bu Aam sudah tidak asing bagiku. Teduh, lembut, itulah yang aku rasakan dengan melihat wajah bunda Aam.  Tapi profil di sebelah kiri bunda Aam sungguh cantik. Wajah ayu berbalut topi di kepalanya semakin menyempurnakan penampilannya. Baju biru sangat padu dengan kulitnya yang putih.
Ibu Theresia Sri Rahayu,  ya.... Beliaulah yang akan menemani kami belajar di kelas Om Jay.  

Tepat pukul 18.18 WIB,  bunda Aam membagi biodata ibu Theresia. Pertama kali fokus aku layangkan tanggal lahir pemateri malam ini. Hm....desahku mengawali membaca prestasi bunda Theresia.  Decak kagumku tiada henti.  Segudang prestasi sudah beliau sandang.  Semakin lengkap saja kecatikan bunda yang satu ini.  Sudah cantik wajahnya,  cantik pula prestasi-prestasinya. 


Pemilik blog https://www.cikgutere.com ini benar-benar wanita hebat. Tidak hanya berprestasi di mata pelajaran yang diampunya,  tetapi Cikgu Tere ini ternyata juga jago menulis.   "Belajar Semudah KLIK,Membangun Ekosistem Ubiquitous Learning Dalam Konsep Merdeka Belajar”(2020) dan "Bukan Guru Biasa" yang terbit pada bulan Oktober2020 merupakan buku-buku hasil karya Cikgu Tere.  

Cikgu Tere juga piawai dalam membuat artikel.  Hal ini terbukti dengan dinobatkannya beliau menjadi kreator artikel terbaik dalam rangka lomba Bakti Pancasila  tahun 2020 yang dilaksanakan oleh Kemendibud. 

Lagi-lagi aku merasa beruntung mendapatkan kembali kesempatan belajar di kelas ini. Orang-orang hebat dengan kelebihan masing-masing siap mengucurkan ilmunya untuk kami. 

Bunda Theresia yang enak kupanggil dengan Cikgu Tere pun siap berbagi ilmu malam ini.  Beliau akan menyampaikan topik "Bukan Guru Biasa". Topik ini mungkin diambil  oleh Cikgu Tere sebagai apresiasi bagi seluruh peserta kelas menulis milik Om Jay ini. Beliau menganggap  kami, para peserta ini guru-guru hebat. Ah.....secara pribadi, aku merasa tersanjung dengan pernyataan beliau. 

GURU, MASA  PANDEMI, DAN PERUBAHAN 


Menyinggung soal pandemi Covid 19 dan perubahan tata hidup  baru, Cikgu Tere menyampaikan bahwa pandemi harus di hadapi. Di dunia pendidikan, kemungkinan akan muncul dua sikap dari para guru; menyerah atau bertahan yang dibarengi dengan kreatifitas.

Bagi guru yang mudah sekali menyerah sudah tentu akan merasa tidak nyaman. Mengapa  hali ini terjadi? Hal ini dikarenakan guru tidak mau keluar dari zona nyaman mereka sebelum  terjadi pandemi. Pandemi sudah pasti sangat  menyusahkan mereka.

Berbeda dengan guru yang mau berdamai dengan situasi yang tidak normal seperti sekarang ini, mereka cenderung mengambil sisi positif dan membangun kegiatan postif yang mungkin tidak pernah dilakukan  sebelum masa pandemi. Mereka tidak merasa keberatan untuk memanfaatkan teknologi dan waktu mereka dengan jauh lebih baik. Contohnya; mengisi waktu  dengan menulis, mengikuti diklat online, mengajar dengan WA, dan sebagainya.

Hm.......opening yang bagus dari Cikgu Tere untuk mengawali perkuliahan malam ini. Secara tidak langsung ini merupakan  sentilan hangat bagi kami para guru. Diam di tempat atau berubah dan membuat perubahan.

PROSES MENGHASILKAN TULISAN

Memasuki inti pembelajaran, Cikgu Tere berbagi pengalaman pada kami tentang proses yang dilalui untuk menghasilkan artikel, buku, atau materi pembelajaran. Menurut beliau ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
👧 Jam terbang
Jam terbang yang dimaksud tentu bukan lamanya seseorang menjadi guru atau sejak kapan kita mulai menulis. Akan tetapi lebih pada bagaimana seseorang mengasah keterampilan menulisnya. Semakin sering menulis maka jam terbang di dunia tulis menulis akan semakin tinggi. 

Lebih lanjut Cikgu cantik ini menyampaikan bahwa memiliki jam terbang tinggi di dunia tulis menulis bisa untuk mencegah writer's block.  Untuk mengatasi writer's block ada trik jitu dari Cikgu Tere : 
👀 menganalisa penyebabnya
Faktor mana atau faktor apa saja yang menyebabkan hal ini terjadi; faktor internal atau eksternal. 
👀 menentukan solusi yang tepat
Setelah penyebab writer's block dikenali dan ditemukan, maka  akan lebih mudah mencari solusinya. Jika faktor internal penyebabnya, disarankan untuk memaksa diri untuk menulis meski sedang tidak punya  ide apapun. Jika faktor eksternal yang menjadi penyebabnya, maka bangunlah suasana menulis yang membuat kita nyaman untuk menulis. 

👧 Konsistensi
Konsistensi yang dimaksud adalah konsistensi menulis. Seperti yang Om Jay selalu ingatkan bahwa menulis harus setiap hari. Kegiatan menulis harus dilakukan  kapan saja, di mana saja. Bu Kanjeng bahkan pernah menyampaikan bahwa menulis adalah keharusan bahkan ketika tidak ada ide sama sekali untuk menulis. 

👧 Kesadaran diri dari masing-masing /pribadi/penulis

Kesadaran diri untuk menulis perlu dimiliki. Dengan kesadaran ini, maka jam terbang dan konsistensi akan terbangun.

MANFAAT MENGIKUTI KEGIATAN BELAJAR MENULIS

Menjadi sosok hebat dengan segunung prestasi tidak membuat Cikgu Tere berhenti belajar. Beliau sangat senang terlibat dalam kelas belajar menulis karena menurut beliau banyak sekali manfaatnya; antara lain :      
1. sebagai tempat atau ajang melakukan hobi
2. sebagai sarana mengupgrade skill menulis 
Bergabung dengan penulis lain, membuat seorang penulis  terus termotivasi untuk belajar ilmu-ilmu baru dalam menulis
3. Sebagai media mengekspresikan diri 
Menulis adalah sarana menuangkan ide atau pemikiran yang sangat produktif. Seorang penulis  bebas menjadi siapa saja dan menggali imajinasi kita seluas - luasnya. 
 4. Jembatan meraih prestasi. 
Menulis mendatangkan banyak manfaat, di antaranya berbagai apresiasi sebagai bonus dari menulis. Contoh apresiasi yang beliau terima adalah : blogger inspiratif, penulis cerita mini terbaik, kreator artikel terbaik, penulis beberapa judul buku (indie dan mayor), Tim Reviewer dan Uji Keterbacaan Modul Literasi dan Numerasi, Tim pengembang konten artikel di Komunitas Belajar Guru Penggerak Kemdikbud.   

       JEMBATAN KELEDAI DALAM MENULIS BUKU

Seorang guru sudah pasti sering  membuat jembatan keledai untuk muridnya agar materi gampang di pahami ataupun dihafalkan. Begitu pun dengan Bunda Tere, beliau memberikan jembatan keledai bagi kami untuk penulisan buku. IDOLA......Ya itu jembatannya. 
I   👉   Identifikasi topik menarik 
D 👉   Daftar semua judul luar biasa
O 👉   Outline terperinci 
L 👉   Lanjut menulis isi bab
A 👉   Atur layout sesuai permintaan penerbit

MEMBANGUN PERSONAL  BRANDING

"Berkat menulis di blog, keterampilan menulis  saya terus menerus terasah dan akhirnya tanggal 1 Oktober 2020, saya mendapat apresiasi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Sekolah Dasar Kemendikbud sebagai Kreator Konten Artikel Terbaik dalam Lomba Pancasila Bakti 2020. Hadiahnya sangat besar yaitu 10 juta rupiah, dalam bentuk media pembelajaran." kata Cikgu Tere di WAG kami.

Cikgu Tere menyampaikan bahwa ketika mengikuti sebuah lomba dan panitia lomba ingin mengetahui profil beliau, mereka cukup mengetik nama beliau di browser. Dengan mudah  mereka akan mendapat semua informasi yang diinginkan. Inilah pentingnya personal branding.

Lalu, bagaimana membangun personal branding?  
1. Menulis dari hal-hal kecil
Seorang penulis hebat tidaklah serta merta hebat. tahap menjdi penulis pemula tentu  harus dilalui. Akan tetapi, berjalannya waktu ditambah dengan konsistensi dalam menulis orang akan menghargai da mengenal tulisan-tulisannya baik di blog maupun di media lainnya.

2. Membangun sikap terbuka terhadap kritik dan saran yang positif.
Sikap seperti ini harus selalu terpatri di dada setiap penulis. Obyektifitas terhadap tulisan yang dihasilkan  harus selalu dimiliki. 

PESAN TULUS CIKGU TERE

Diakhir  perkuliahan Cikgu Tere memberikan pesan bagi kami:
"Untuk dapat memantaskan diri menjadi bagian dari "Bukan Guru Biasa", hendaknya kita selalu melakukan 3 B yaitu: Belajar, Berkarya, Berbagi. Cari ilmunya, tuangkan lewat karya nyata, dan bagikan karya tersebut hingga dapat menginspirasi orang lain." 

Pesan diatas sangat menyentuhku. Semoga semua ilmu beliau malam ini bisa aku adopsi dan jejak lincah beliau bisa aku ikuti meski umurku tak semuda Cikgu.

Inilah resume sederhana di perkuliahan tanggal 30 Oktober 2020. Semoga bermanfaat...Salam Literasi...Semangat menulis



Kamis, 29 Oktober 2020

Belajar Menulis Bareng Om Jay, hari ke 11. 28 Oktober 2020

GURU  BISA  MENJADI PENGUSAHA SUKSES

Sore ini ada keanehan yang aku rasakan. Bukan hari yang bergulir dengan cepat, bukan pula tanggal merah di kalender yang membuat aku tetap di rumah. Ya,....tetap di rumah dengan segala pekerjaan ibu rumah tangga yang tiada habisnya.

Aneh....itu yang aku rasakan. Biasanya setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat,  salah satu petinggi WAG  kelas menulis Om Jay selalu memberikan informasi pemateri. Tapi sore ini sampai saat Maghrib,  tak satupun info tentang itu. 

Aku scroll chat di WAG ku tapi tak kutemukan info pemateri malam ini. Sudah kucoba bertanya teman-temanku tetapi tak satu pun jawaban yang kuterima. 

Gamang, cemas, bingung itulah yang masih kurasakan. Kutenangkan diriku dengan mengerjakan kebiasaan baik setelah solat maghrib sambil menunggu info yang ku tunggu-tunggu.

Ti.....tit.....ringtone hpku berdering. Kubuka dengan cepat dan ternyata Om Jay akhirnya membuka pintu kelas. Lega rasanya perkuliahanku tidak libur hari ini.

Perkuliahan pun di mulai. Dan keanehan ke dua kurasakan. Ini mengenai pemateri malam ini. Dari hari ke 1 sampai hari ke 10, para pemateri pasti orang-orang yang berkecimpung di dunia tulis menulis. Aku bingung, ibu Betti bukan penulis tapi guru yang juga seorang pengusaha. 

"Jadi saya memulai jualan itu sejak saya membuat kursus. itu jualan juga kan ? Jualan materi. Saya awalnya membuat kursus Aritmatika tahun 1996. Kemudian saya menulis buku aritmatika dan menjualnya sendiri dengan mengadakan pelatihan pelatihan." itu kalimat bunda Betti.

Aku berpikir sejenak sambil mencoba maraba-raba alasan dan tujuan Om Jay menghadirkan bunda Betti di tengah-tengah kami. Kusimak terus chat WAG ku ikuti saja terlebih dahulu. Sedikit demi sedikit pertanyaan demi pertanyaanku pun terjawab. Ibu Betti ternyata sosok yang luar biasa. Sampailah aku pada satu kesimpulan atas pertanyaan-pertanyaanku. TEACHERPRENEUR.... ya itu yang mungkin Om Jay ingin kami pelajari. Apa itu teacherpreneur? Teacherpreneur adah perpaduan darikata teacher (guru) dan enterpreneur (wirausahwan). Jadi teachepreneur adalan seorang guru yang selain mengajar dia juga mempunyai kemampuan berwirausaha. 
(sumber http://riahamid92.blogspot.com/2013/01/teacherpreneur.html)

Benar saja, Bunda Betti langsung bercerita dari awal perjalanan usahanya selain tugasnya sebagai guru. Dimulai pada tahun 1996, beliau mendirikan kursus aritmatika.  Buku tentang aritmatka pun beliau hasilkan. Bunda Betti menjual sendiri buku-bukunya. 

Sambil menyelam minum air. 

Ungkapan di atas sangat tepat disandangkan pada bunda Betti yang gigih. Pada tahun 1998, ketika beliau memberikan kursus , beliau selalu berusaha menjual buku-buku aritmatikanya. Luar biasa, hebat, tangguh, cerdas dan sejuta kata sanjungan pantas kuberikan pada beliau. Bagaimana tidak? Lembaga kursus beliau sudah mencapai 24 anak cabang di seluruh Bekasi.

Pada tahun 2003, Bunda Betti melebarkan sayapnya di dunia pendidikan dengan mendirikan sekolah TK dan TPQ. Usaha beliau dibidang pendidikan ini berlanjut  dengan mendirikan setingkat  SD. 

Karena usia beliau yang sudah cukup tua, Bunda Betti mengurangi aktivitas di sekolah dan mulai menggeluti  dunia bisnis yang lain. Didirikanlah sebuah kedai di dekat rumah bunda Betti. Lagi-lagi aku terpesona dengan ibu yang satu ini. Ketika orang lain mengisi masa tua dengan duduk, membaca Quran ata koran, momong cucu dan sebagainya, tidak demikian halnya dengan bunda Betti. Beliau tetap ingin berkarya dan menghasilkan keuntungan.  

Sayang sekali usaha kedai yang baru beliau rintis ini tidak luput dari pengaruh wabah Corona. Kadai ini macet ditengah perjalanan operasionalnya. Beruntung pemerintah Bekasi memberikan perhatian khusus pada UMKM. Dengan perhatian pemerintah ini, bunda Betti mengikuti berbagai pelatihan terutama boga secara gratis. Berbekal pelatihan-pelatihan tersebut beliau berhasil membuat produk yang juga sudah memiliki ijin PIRT dan bersertifikat halal. 



Ketika Om Jay mengajukan pertanyaan mengapa bunda Betti tertarik untuk buka usaha sendiri, dengan lugas beliau menjawab bahwa dengan  usaha sendiri itu beliau bisa menyesuaikan diri dengan ide dan keinginan beliau. Harus lebih kerja keras sudah menjadi resiko yang beliau harus hadapi. 

 Usaha Bunda Betti cukup sukses, apa saja kiat2nya?

❎ usaha dengan sungguh sungguh 
❎ kerja keras
❎ mohon ridho Allah

Dari perkuliahan bersama bunda Betti dapat kutarik kesimpulan. Ketika peluang dan pintu usaha terbuka seorang guru bisa menjadi guru kaya asal mau berusaha dan berdoa. Usaha dengan sungguh-sungguh disertai dengan usaha yang keras pasti akan membuahkan hasil yang manis. Ketika usaha dan kerja keras telah dilakukan, maka kepasrahan akan hasinya menjadi hak Allah. Hasil berbanding lurus denan proses. 

Inilah resume perkuliahan Belajar Menulis Bareng Om Jay hari  ke 11. Teriring doa semuga sekelumit resume ini bisa menggugah diri saya dan pembaca untuk bisa menjadi teacherpreneur hebat. 


Selasa, 27 Oktober 2020

Belajar Menulis Bareng Om Jay, hari ke 10 26 Oktober 2020

DARI RESUME MENJADI BUKU

Perjuangan 

dan 

Impian Calon Penulis


"Besok malam akan saya jelaskan. Bagaimana mengolah resume menjadi buku. Beserta ketentuan, dan formatnya,"kata Pak Brian di chat WAG  kami.

Janji manis Pak Brian ini bukan hanya membuat jantungku berdegup kencang tapi juga membuatku  seolah merasakan angin surga menggelitik kulitku. 

Belum berhenti degup jantungku, tiba-tiba tokoh hebat lain di grup ini, bunda Aam membagikan CV Pak Brian. CV ini pula yang membuat ibu-ibu anggota grup menulis ini merasa muda lagi. 

Ya,....bagaimana tidak heboh?  Pemateri yang sudah akrab dengan kami ini ternyata masih muda. Saya pribadi sudah kuliah semester empat pada saat beliau lahir. Bahkan pada tahun itu, saya sudah mulai mengajar meski belum selesai kuliah. 

Waktu perkuliahan pun tiba. Beda dengan hari-hari sebelumnya, Kali ini kami Ibu Aam yang membuka pintu kelas sekaligus sebagai moderator. 

Pak Brian benar-benar hadir sebagai pemateri untuk  malam ini, Senin, 26 Oktober  2020. Seperi janji beliau, malam ini kami disuguhi sajian yang sangat kami tunggu-tunggu. Pak Brian membekali kami  tentang hal-hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan kumpulan resume untuk menjadi naskah buku.

Seperti para narasumber yang sudah pernah dihadirkan oleh Om Jay, Pak Brian juga memiliki segudang pengalaman.

Raimundus Brian Prasetyawan, S.Pd itulah nama lengkap Pak Brian. Beliau lahir di Jakarta, 30 Juni 1992. Saat ini beliau berprofesi sebagai guru SD di Jakarta. 

Profilnya pernah dimuat dalam buku berjudul "Majors For The Future". Untuk profile lengkap beliau, bisa dikunjungi di link berikut: 

Sebelum memberikan inti  materi, Pak Brian menceritakan pengalamannya di bidang tulis menulis. Pak Brian sudah lama bergelut dengan dunia blog. Nama blog pertama beliau www.praszetyawan.com yang dibuat pada 2009. Namun keinginan untuk membuat buku  baru muncul di tahun 2013. 

Pada akhir tahun 2013, Pak Brian sempat membuat sebuah resolusi untuk beliau sendiri. Adapun resolusi beliau adalah :
👉1.   Menyelesaikan studi secepat mungkin di tahun 2014
👉2.  Keinginan memublikasikan tulisan di harian umum dan di situs media online. 
         Sayang seribu sayang, mimpi beliau ini belum terwujud. tak satupun tulisan beliau yang dimuat.  
Namun kegagalan ini tidak membuat Pak Brian putus asa. Hal ini justru menjadi cambuk bagi beliau untuk berusaha lebih keras lagi. 
👉3.  Membuat buku. 
Penyusunan buku sudah menjadi resolusi tertahan bagi Pak Brian. 
Perlu kepercayaan diri yang tinggi bagi Pak Brian untuk menerbitkan buku. Kendala lain adalah motivasi beliau yang masih kurang tinggi sehingga sampai tahun 2014 tidak ada satu buku  pun yang berhasil diterbitkan. Ini terjadi karena kesibukan beliau sebagai mahasiswa tingkat akhir dan tidak adanya mentor.  Naskah-naskah beliau tersimpan saja di laptop. 
👉4. Menerbitkan buku di penerbit mayor. Resolusi ini merupakan target jangka panjang.

Pada tahun 2019, keinginan beliau untuk membuat buku  muncul kembali. Secara tidak  sengaja  Pak Brian menemukan hashtag di Instagram tentang penerbit Indie. Dar sinilah mata hati Pak Brian terbuka bahwa  menerbitkan buku sekarang lebih mudah dan banyak pilihan dengan adanya penerbit indie. Dengan semangat menyala, beliau selesaikan juga naskah yang sudah lama terpendam. Di bulan Oktober 2019, naskah beliau pun selesai. 

Setelah mengirim dan menunggu selama kurang lebih tiga bulan, akhirnya terbitlah buku pertama beliau di bulan Januari 2020.

Berhasil menerbitkan buku perdananya, tidak membuat Pak Brian puas. Justru semangat menulisnya semakin membara. Semangat menerbitkan buku juga kian tak terbendung ketika beliau bergabung dengan majelis yang hebat, "Belajar Menulis Barng Om Jay" angkatan ke 4.

Pada bulan Mei dan Juni 2020, beliau berhasil merilis dua buku solo :




BAGAIMANA DENGAN RESUME-RESUME YANG SUDAH DIBUAT?


Memasuki inti materi, harapan akan terjawabnya pertanyaan dan keraguanku selama ini  semakin meraja. Aku masih ragu apa yang harus aku lakukan setelah perkuliahan ini selesai. Akan di kemanakan resume-resumeku? Apa yang harus ku lakukan dengan resume-resume ku?  Penerbit mana yang mau menerima naskahku? Pertanyaan ini mungkin juga dirasakan oleh peserta lain. 



Sesuatu yang melegakan di sampaikan Pak Brian. Tim yang tergabung di kelas menulis ini akan memudahkan peserta pada saat akan menerbitkan buku. Beliau juga menegaskan bahwa pelatihan menulis Bareng Om Jay tidak memaksa peserta harus memilih satu penerbit tertentu. Peserta bebas menentukan penerbit mana yang akan digandeng untuk menghasilkan buku. Akan tetapi jika menginginkan pembimbingan, tim kelas Om Jay siap membantu dengan menghadirkan beberapa rekanan penerbit, misalnya Kamila Press milik Pak Mukminin, YPTD milik Pak Thamrin, ada juga penerbit rekanan Bu Kanjeng da Pak Brian. 

Dari sini sedikit demi sedikit kagalauanku mulai berkurang. Ada angin segar yang akan memudahkanku menjadikan semua resume pelatihan yang telah ku buat menjadi karya terbaiku dalam bentuk buku. Secercah harapan mulai muncul. 

Hal yang perlu diperhatikan jika ingin menerbitkan buku adalah ketentuan dan syarat dari penerbit. Penerbit yang satu dengan penerbit yang lain mungkin berbeda syarat ketentuannya. Untuk penerbit rekanan Pak Brian memiliki syarat dan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk aturan penulisn naskah 
👉Ukuran kertas A5 (14x20cm)
👉Huruf times new roman, ukuran 12
👉Spasi 1,5
👉Margin 2 cm semua
👉Paragraf rata kiri-kanan (justify)

2. Untuk Kelengkapan naskah yaitu:
Kelengkapan naskah meliputi : cover ( judul buku dan nama penulis saja), kata pengantar, daftar isi (tanpa nomor halaman), profil penulis, sinopsis (3 paragraf. Masing-masing paragraf 3 kalimat
Adapun urutannya:
💁Cover
💁Kata Pengantar
💁Daftar Isi
💁Isi naskah
💁Profil Penulis
💁Sinopsis
Semua berkas di atas harus disimpan  dalam  satu file.  Adapun biaya pencetakan Rp. 300.000

Setelah syarat dan ketentuan dipenuhi, penulis mendapat fasilitas penerbitan: 
👉Desain cover
👉ISBN
👉Layout
👉Edit ringan
👉2 Buku bukti terbit
👉E-Sertifikat

Di akhir perkuliahan, Pak Brian menyampaikan bahwa menerbitkan buku semakin mudah. Tulisan apapun bisa diterbitkan. Ketakutan tentang jumlah halaman pun harus dikesampingkan. Karena ada juga penerbit yang tidak menjadikan jumlah halaman sebagai syarat ketentuan. Sebagai contoh penerbit yang menjadi rekanan Pak Brian.

Banyaknya  penerbit juga memudahkan dalam penentuan pilihan, kira-kira penerbit mana yang sesuai dengan naskah yang sudah dibuat.

Terjawab sudah semua pertanyaanku dengan hadirnya Pak Brian di tengah-tengah kami. Aku semakin yakin tidak ada yang sia-sia dengan mengikuti kuliah luar biasa ini. 

Inilah resume hari ke 10 kelas Belajar Menulis Bareng Om Jay. Salam literasi...semangat menulis dan menerbitkan buku....


Minggu, 25 Oktober 2020

DIA SATU PAKET, SEBUAH KISAH INSPIRATIF

DIA SATU PAKET

Matahari mulai bergulir ke arah barat. Teriknya pun mulai memudar. Angin bertiup sepoi-sepoi memberi pertanda waktu telah sore.

Adalah Fauzi, seorang guru tua berusia lima puluh tujuh tahun. Sosok ini bertubuh pendek dengan rambut lurus yang sudah mulai dua warna. Fauzi sudah tiga belas tahun mengajar di SMA  Bhakti Persada. Waktu yang cukup lama sebagai seorang abdi negara yang bertugas mencerdaskan anak bangsa.

Waktu tiga belas tahun mengabdi di sekolah yang sama membuat Fauzi merasa sekolah adalah rumah ke duanya. Teman sejawat dan anak didiknya menerima dia apa adanya. Dilaluinya masa pengabdian dengan riang. Setiap kali menemui kesulitan, teman sejawatnya selalu siap membantunya.

"Pak Fauzi," suara itu memecahkan lamunannya siang itu. 
"Ya, ada apa mbak Yati?"jawab Fauzi dengan sopan.
"Bapak diminta menemui Bapak Kepala di ruangannya," jawab Yati, staf Tata Usaha  di sekolahnya.
"Oh, ya. Makasih, mbak Yati. Saya akan segera menghadap beliau."

Sekian pertanyaan hinggap di kepala Fauzi. Tidak biasanya Kepala Sekolah memanggil anak buahnya ke ruangan beliau. Dengan hati penuh pertanyaan, Fauzi pun menghadap Kepala Sekolahnya.
"Assalamu'alaikum,"  suara lirih Fauzi sambil mengetuk pintu ruangan atasannya. 
"Wa'alaikum salam, masuk." jawab Kepala Sekolah.
" Bapak memanggil saya?" sapa Fauzi dengan lembut.
"Oh, iya pak. Silakan duduk." dengan sopan sang atasan memperlakukan anak buahnya. 

Sejenak atasan Fauzi menghela napas panjang. Ekspresi tegang bisa Fauzi lihat dengan jelas. Ada rasa sesak di dada atasannya ini. Ada beban berat yang mengganjal hati beliau.

Dengan suara gemetar, Kepala Sekolah menyampaikan kabar yang kurang baik sambil menyerahkan secarik kertas, seperti surat dinas. Fauzi berpikir itu surat perintah untuk mengikuti pelatihan atau semacamnya. Diterimanya surat tersebut dengan perasaan datar. 
           Samar terdengar suara atasannya,"Pak Fauzi harus berpindah tugas. Maafkan saya. Selaku atasan saya sudah berusaha mengajukan keberatan. Sayangnya, permohonan saya ditolak."

Mendengar perkataan atasannya, Fauzi sontak kaget. Ekspresi sedih, kecewa, marah langsung menyelimuti wajahnya. Lemas seluruh tubuhnya. Keringat dingin bahkan mengaliri di pelipis kanan dan kirinya. Dengan gontai dia keluar dari ruangan atasannya.

Jam kantor pun usai. Fauzi dan teman sejawatnya segera berkemas pulang. Sepanjang perjalanan otak Fauzi dipenuhi dengan bayangan surat pindah tugas yang telah diterimanya. Sumpah serapah bergumul di batinnya. Sekian umpatan memenuhi pikirannya. Mengapa harus aku yang pindah tugas? Mengapa aku yang sudah 57 tahun ini yang dimutasi? Bagaimana aku bisa beradaptasi di tempat tugasnya yang baru? Seperti apa pertemanan dan persaudaraan di tempat yang baru?

Ban motor Fauzi terus berputar kencang mengiringi gejolak hati pemiliknya. Gerakan motor kadang mulus kadang gontai selaras dengan suasana hati pemiliknya.

Tak terasa pintu rumah sudah di hadapan Fauzi. Dengan lemas ditentengnya tas kantor kesayangannya. Tepat di depan pintu Rukiyah, sang istri menyambut dengan senyum manisnya. Tapi senyum itu tidak bertahan lama ketika menyadari wajah suaminya tidak seperti biasa.
"Pak, ada apa dengang Bapak. Bapak sakit? Kok lemes gitu?"Rukiyah menyodorkan pertanyaan demi pertanyaan. Wajah bingung dan cemas tampak jelas. 

Masih menenteng tasnya, Fauzi bergegas masuk rumah tanpa menjawab pertanyaan istrinya. Ini membuat Rukiyah semakin cemas. Setelah berganti pakaian dan makan secukupnya dia memanggil istrinya,"Bu,....ibu...!"
"Ya, pak," sahur Rukayah sambil bergegas menemui suaminya.
" Bu, maaf ya tadi bapak tidak menjawab pertanyaan ibu. Ibu ingat tidak berapa lama bapak mengabdi di sekolah yang sekarang ini?"kata Fauzi membuka keheningan ruang keluarga. 
"Iya, pak. Tidak apa-apa. Tapi ibu bingung, bapak kok tidak seperti biasanya. Soal berapa lama bapak ngajarnya seingat ibu sebelum kita menikah bapak sudah ngajar di situ. Memangnya kenapa?"suara Rukiyah terdengar lembut di telinga. 
"Bu, setelah sekian lama dan bapak sudah mendekati hampir pensiun, ternyata hari ini bapak menerima surat pindah tugas. Pindah ke SMA NUSA PERSADA yang menurut cerita itu sekolah yang jauh lebih bagus dari pada sekolah bapak yang lama," jelas Fauzi pada istrinya. Dialog panjangpun terjadi hingga saatnya pasangan itu berbaring di peraduan mereka.

Pagipun datang. Matahari menyambut pagi dengan sinarnya yang terang benderang. Kesibukan keluarga Fauzi berjalan normal seperti biasanya.

Agenda Fuazi hari ini adalah tunjuk muka ke sekolah barunya. Berbagai perasaan masih tetap bergejolak di hatinya. Setelah perjalanan setengah jam, sampailah dia di SMA NUSA PERSADA. Berbekal secarik kertas surat mutasi dia mengetuk pintu resepsionis dan menyampaikan maksud kedatangannya. 

Dengan ekspresi datar petugas segara mengarahkan Fauzi memasuki ruang kepala sekolah. Dalam hatinya, kesan pertama biasanya menggoda tapi petugas ini tidak ada manis-manisnya. Di ruang kepala sekolah, Fauzi duduk tanpa merasakan kenyamanan. Setelah berbincang cukup lama akhirnya Fauzi undur diri. Besuk adalah hari pertamanya. 
        Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Tak terasa sudah satu semester Fauzi pindah di tempat tugasnya yang baru. 
       Hari ini tepatnya hari Sabtu, seperti biasanya Fauzi pulang tanpa membawa keceriaan dalam hati dan wajahnya. Dia mencoba menikmati pemandangan di kanan kiri jalan yang di laluinya. Tapi semua terasa hambar. Seperti makanan tanpa bumbu yang pas. 
Tiba-tiba dia terhenyak oleh suara yang sepertinya sudah tidak asing baginya. Ya......itu suara Mazmo temen satu sekolahannya dulu. Mazmo adalah sosok anak muda yang santun, halus budi bahasanya. Mazmo lah yang selalu membantunya. Mazmo adalah teman akrab yang selalu ada buat dia ketika menemui kesulitan. 
          Obrolan demi obrolanpun terjadi. Sampai pada satu titik, Mazmo bertanya pada Fauzi," Gimana, Pak? Sudah setahun lho Bapak mutasi. Pasti sudah betah, ya Pak."
          Mendengar pertanyaan teman lamanya ini, Fauzi tertunduk seperti menahan beban. Setelah menghela nafas, Fauzipun bercerita panjang lebar. Dia merasa tidak diterima di tempat barunya. Lingkungannya menuntut dia untuk segera mengejar ketinggalannya di berbagai hal. Mulai dari pola kerja sampai penguasaan IT. Ibarat orang lomba, Fauzi dituntut untuk bisa berlari cepat. Hal yang sudah tidak mungkin dilakukannya di usianya yang sudah memasuki limapuluh tujuh tahun.
         "Itulah pak Mazmo suka duka Bapak di tempat yang baru. Bahkan Bapak sering jadi bahan olok-olokan teman- teman sekantor. Sebenarnya Bapak tidak terima perlakuan mereka. Tapi Bapak bisa apa?" lirih suara Fauzi mengungkapkan suara hatinya.
        Mazmo yang sedari tadi menjadi pendengar yang baik merasakan luka di hati sahabat yang sudah dia anggap seperti bapaknya. Dalam hati dia tidak terima Fauzi sering dibully di tempat tugasnya yang baru. Dengan suara lirih Mazmo berusaha menenangkan dan menguatkan sahabatnya,"Saya bisa merasakan apa yang Bapak rasakan. Ingat kata-kata yang dulu pernah Bapak sampaikan pada saya. Bahwa Allah tidak akan menguji hambaNya melebihi batas kekuatannya. Bapak pasti bisa menghadapi itu semua."
           Setelah sekian lama bicara panjang lebar, akhirnya kedua sahabat itu pun berpisah untuk menuju ke rumah masing-masing.
          Mazmo. Ya.....anak muda ini masih merasa terusik dengan kondisi sahabatnya. Tiba-tiba wajah Mazmo berbinar seolah menemukan sesuatu yang menyenangkan. "Ah....ya kan di sekolah Pak Fauzi ada Niken sahabatku. Aku akan bicara dengannya agar selalu membantu dan mendampingi Pak Fauzi. Ya....dia pasti bisa membantu," gumam Mazmo.
        Singkat cerita pertemuan Niken dan Mazmo pun sudah di tentukan. 
          "Mo......,"teriak Niken sambil melambaikan tangannya.
          "Hai.....niken," sambut Mazmo.
           "Lama kita tidak ketemu,ya Mo. Sejak selesai kuliah baru sekarang kita bisa ngobrol. Eh, Mo.... Aku mau cerita hal seru," suara Nekin terdengar semangat.                 Mazmo belum sempat bercerita soal Fauzi. Niken hampir tidak memberikan kesempatan padanya untuk meminta tolong pada Niken. 
          "Mo, kamu tahu tidak? Di kantorku kan ada pegawai dan guru baru. Ada enam orang. Yang lima orang sih oke profilnya. Tapi yang satu......,"Niken menghentikan ceritanya sambil mencibirkan bibirnya. 
         "Mo, guru baru di sekolahku ini yang satu sudah tua lho. Aku nggak yakin dia bisa beradaptasi di tempatku. Orangnya low profile. Apa-apa tidak bisa. Cuma program excel sederhana saja tidak bisa.  Belum lagi orangnya sakit-sakitan. Belum setahun di sekolahku sudah sakit tiga kali.  Dia juga sering dijadikan bahan olok-olok di ruang guru. Itu semua karena memang dia low profile," Niken terus saja nyerocos dan tampak bersemangat sekali menceritakan teman bari yang tidak disukai di sekolahnya itu. 
          "Niken,.....tunggu. Dari tadi kamu bercerita dengan semangat. Apakah kamu tidak merasa bersalah menceritakan temanmu sendiri? Bahkan kamu ikut larut dalam olok-olokan itu? Menghina temanmu sendiri yang usianya jauh lebih tua dibanding kamu?" desak Mazmo dengan penuh rasa heran.
          "Apa? Kasihan? Di tempat kerjaku semua harus mampu mandiri tidak pandang usia. Semua harus mau belajar dan semua harus dikerjakan sesuai perintah dan tepat waktu,"kilah Niken yang semakin membuat Mazmo naik pitam.
          "Tunggu, Niken. Kalau boleh tahu, siapa teman yang kamu maksud itu?" tanya Mazmo.
           "Oh, namanya pak Fauzi. Menurutku dia tidak cocok bekerja di tempatku. Orangnya kudet," jelas Niken. 
Ketika nama Fauzi disebut, Mazmo kontan mengepalkan tangannya. Emosinya tidak bisa dibendung lagi. Dengan penuh amarah Mazmo menunjukkan jarinya ke arah Niken sambil berkata,"Nik, aku tidak menyangka ternyata apa yang dikatakan pak Fauzi semuanya benar. Kamu dan teman-temanmu sudah tidak punya hati. Angkuh dan sombong kalian."
         "Lho...emangnya siapa kamu pak Fauzi itu? Kok sampai segitunya kamu membela dia?"tangkis Niken.
           "Kamu mau tahu? Pak Fauzi adalah temanku. Dulu dia teman sekantorku. Di tempatku tidak ada istilah low profile. Semuanya saling asah, asih, dan asuh. Yang pandai IT membimbing yang kurang pandai. Termasuk Pak Fauzi. Meski seperti itu kemampuan beliau,
kami sangat menghormati beliau. Kami bantu ketika beliau ada masalah. Aku tidak menyangka kamu sudah berubah," kata-kata tajam Fauzi sungguh menusuk relung hati Niken. 
    Sejenak Niken diam. Dilihatnya wajah Mazmo yang masih terlilit amarah. "Mo, maaf aku tidak tahu kalau pak Fauzi itu temanmu. Aku benar-benar minta maaf," pinta Niken.
           Akhirnya Mazmo berkata," Kalau pun dia bukan temanku, apakah hal yang patut jika kamu akan memperlakukan dia seperti itu? Ingat, Nik. Ketika kamu mempunyai teman, terima dia apa adanya. Satu paket dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jangan kucilkan dia atau kalian olok-olok dia hanya karena teman tidak sesuai standar kalian. Ingat itu!"
         Mazmo pun segera meninggalkan Niken begitu saja. Amarah masih hinggap di dadanya. 
          Sejak saat itu keakraban Mazmo dan Fauzi lebih erat lagi. Mazmo selalu membantu Fauzi meski sudah berbeda tempat tugas. 



         




Sabtu, 24 Oktober 2020

Waktu senggangku bersama suamiku, Sabtu, 24 Oktober 2020

 HIBURAN MURAH MERIAH


Alhamdulillah....itu kata yang ku ucapkan ketika pekerjaan si Inem sudah selesai kukerjakan. Hari sabtu adalah hari pembalasan bagiku. Hari Sabtu adalah waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas ibu rumah tanggaku yang masih tertunda. Persis saat adzan Asar berkumandang, tiga puluh potong baju selesai kuseterika dan kurapikan.

Setelah lima hari berkutat dengan laptop, persiapan materi siswa, koreksi tugas siswa dan sebagainya, akhirnya malam minggu pun tiba. Sedari siang aku dan suamiku berencana akan mengunjungi bandara YIA Yogyakarta. Kebetulan rumah kami dekat dengan bandara itu. 

Ah....mungkin bagi sebagian orang kami katrok, udik atau sebutan lain. Tapi itu tidak penting bagi kami. Hiburan sesaat bagiku sudah cukup untuk merefresh otakku. Sekedar melihat laut dan pesawat naik turun pun sudah jadi hiburan bagiku.

Lagi-lagi semua rencana manusia tidak selamanya berjalan mulus. Rencana ke bandara YIA pun gagal sudah. Suamiku ada agenda mendadak melayani umat. Ada mahasiswa yang membuat tugas dari kampus dan butuh tenaga suamiku. Ya...gatot lagi...gatot lagi. Sedikit kecewa tapi tidak jadi soal. Kapan-kapan kami bisa berkunjung ke sana.

Cukup lama suamiku melayani mahasiswa itu. Setelah setengah jam selesai sudah perbincangan mereka. Jam sudah menunjukkan pukul 16.48 ketika tamu suamiku pulang. Sudah tidak mungkin ke YIA karena waktunya sudah terlalu sore.

"Buk, ini kan malam minggu. Gimana kalau kita ke JLS (Jalur Lintas Selatan)?" ajak suamiku.

"Yok..tunggu ya,Yah. Ibu ganti baju dulu" kataku. Tak lupa handphone kuraih dengan cepat. Dan sesaat kemudian kami berboncengan mesra bak sepasang pengantin baru.

Sampai di lokasi aku dan suamiku ternganga.....ya Allah...sudah banyak orang berkumpul di tempat itu. Pak Polisi juga tidak ketinggalan berpatroli untuk mengamankan situasi.

Ya......setiap sore jalan jalur lintas selatan dekat jalan Daendeles yang sangat lebar menjadi ajang permainan layang-layang. Bukan sembarang layang-layang tetapi layang-layang berbentuk naga. Dimalam minggu  layang-layang naga akan berkibar di angkasa sampai jam sembilan malam.



Tua,muda, anak-anak, semuanya tumpah ruah ditempat itu. Tak ketinggalan aku dan suamiku.  Sore yang mesra kami nikmati berdua. Hal sederhana tapi cukup membahagiakanku. Apalagi setelah rencana ke bandara yang gagal. 

Kami nikmati satu demi satu layang-layang yang mengangkasa sore itu. Suamiku sengaja memacu motor perlahan-lahan agar kami bisa menikmati keindahan angkasa di tempat itu. Tak lupa ku siapkan handphone ku untuk ceklak ceklik mengambil gambar.  

Dengan tetap berada di atas motor kami berdua menyempatkan diri menghitung jumlah naga yang mengangkasa. Satu, dua, tiga,.....dua puluh empat naga menunjukkan keperkasaan mereka. 

"dua puluh empat,Yah. Wow....banyak sekali. Warna-warni juga"teriakku karena takjub dengan kehebatan layang-layang itu. 

"Iya, ada dua puluh empat"sahut suamiku. 

Sepanjang jalan menikmati layang-layang dalam hati aku berterima kasih pada suamiku. Hiburan sesaat ini sungguh menambah cintaku padamu.

Dua puluh emoat naga sudah kami nikmati keindahannya. Sekitar setengah jam kami mengitari jalur itu. 

"Ayo,Yah. Kita pulang, sudah hampir Maghrib"pintaku pada suamiku.

Setelah membeli tahu walik makanan kesukaan anakku, kami pun bergegas pulang. 

Ah........puas sudah refreshing ku sore ini. Lelah dan capek terbayar sudah meski sesaat.


With love

Your wife

Jumat, 23 Oktober 2020

BELAJAR MENULIS BARENG OM JAY, HARI KE 9, 23 OKTOBER 2020

 TEKNIK JITU MENULIS NASKAH 

UNTUK 

KORAN ATAU MAJALAH


Kelas Menulis Om Jay, ya...kelas ini penuh sensasi. Mengapa aku berpendapat demikian? Di kelas ini semuanya ada. Orang-orang hebat berkumpul di sini. Materi-materi luar biasa disajikan di sini. Belum lagi tantangan-tantangan yang diberikan pada peserta perkuliahan. Tidak ada istilah senior atau pun junior, tantangannya sama, MENULIS RESUME dengan baik. 

Sebenarnya tidak banyak materi yang disampaikan di setiap perkuliahan. Terkadang hal-hal sederhana yang berkaitan dengan dunia tulis menulis. Tapi ketika sudah menjadi sebuah resume akan muncul berbagai macam gaya. Setiap peserta memiliki gaya, cita rasa yang berbeda dalam membuat resume. Ini menjadikanku kagum. Aku bisa belajar dari berbagai bentuk resume. 

Sama seperti hari-hari perkuliahan yang sudah berlalu, curiosity ku belum berhenti. Pertanyaan demi pertanyaan tentang sosok penting di setiap pertemuan, materi yang akan dibawakan masih terus bergumul di kepalaku. 

Malam ini adalah hari ke sembilan perkuliahan di kelas Om Jay. Waktu antara pertemuan yang satu dengan pertemuan berikutnya seolah tidak ada jarak. Begitu cepat waktu bergulir dan tak terasa waktu perkuliahan sudah diambang pintu. Tinggal menunggu Sang Empu kelas ini untuk membuka pintu kelasnya. 

Setelah kubaca informasi tentang pemateri malam ini, kekagumanku mengenai kelas ini pun semakin meninggi. Om Jay dan tim memang luar biasa dalam mengemas materi. Tanpa terasa berbagai ilmu dari cara menulis, memulai sebuah tulisan, kendala dalam menulis sudah masuk ke dalam gelas-gelas ilmuku. 

Dan malam ini aku kembali terkesima. Senyum simpul keluar dari bibirku. Ya Allah aku ada diantara orang-orang cerdas. Aku bisa meraba arahan apa yang akan diberikan pada kami. Tapi aku harus menahan diriku. Sabar, Yul! Tunggu waktunya. Simpan rabaan mu tentang materi malam ini. Jadilah murid yang baik dulu.....Itu gumamku pada diriku sendiri.

Waktu perkuliahan pun dimulai. Moderator untuk pertemuan kali ini adalah sosok baru. Ibu Fatimah namanya. Beliau tinggal di Aceh. Adapun pemateri malam adalah Bapak H. Encon Rahman yang tinggal di Majalengka. Dua sosok hebat ini mampu menyatukan kami yang berasal dari Sabang sampai Merauke. Super......seperti kata Mario Teguh.

Sebelum menyampaikan resume perkuliahan, akan sedikit aku ceritakan tentang tokoh utama malam ini.  Bapak Encon Rahman adalah sosok hebat. Prestasi beliau sungguh luar biasa. Predikat Guru Berprestasi tingkat nasional pernah beliau sandang. Penghargaan tingkat internasional pun tak luput dari genggaman beliau. Puncak prestasi beliau ini diperoleh di tahun 2017. Tidak kalah hebatnya dari pemateri satu sampai ke delapan, Bapak Encon juga sudah menghasilkan artikel dan semuanya sudah dimuat di koran atau majalah baik tingkat lokal maupun nasional. 

Dengan suaranya yang sangat adem didengar kalau orang jawa bilang, beliau menyampaikan bahwa  lebih dari lima ratus artikel sudah lahir dari tangan cerdas beliau. Masih dengan intonasi bicara yang enak didengar, Bapak  Encon menceritakan awal mula beliau menulis. 

Pada awalnya, beliau memang sudah memiliki kegemaran membaca koran. Kegemaran ini muncul ketika Bapak Encon masih duduk di bangku SMP. Mulailah beliau berpikir untuk menulis. Karena merasa belum memiliki ilmu yang cukup tentang menulis,  Bapak Encon menulis hanya sebatas penulisan untuk mading di sekolahnya. Keterampilan beliau dalam menulis belum bisa berkembang dengan baik. Kebiasaan menulis beliau ini terus berlanjut ketika beliau duduk di bangku SPG. Tulisan-tulisan Bapak Encon yang dipampang di mading sekolah  sangat bagus. Tulisan yang ditempel di mading pun beragam. Hal  yang membanggakan beliau adalah ketika tulisan beliau mendapatkan apresiasi dari teman dan guru. 

Adalah Haji Entis, salah seorang guru Pak Encon di SPG. Pak guru ini melihat potensi yang luar biasa muridnya ini. Dimintanya Pak Encon mengirim tulisan-tulisannya ke  koran, majalah atau tabloit. Keraguan sempat merasuki Pak Encon waktu itu. Tapi Pak Entis terus menyemangati muridnya ini agar mau mencoba menulis untuk tingkat yang lebih tinggi tidak sebatas di mading sekolah. Akhirnya dengan pendampingan dan support yang hebat dari Pak Entis, Pak Encon pun mengirimkan tulisannya ke jenjang yang lebih tinggi. 

Mitra Desa, ...... itulah tabloit pertama yang menjadi incaran Pak Encon untuk mencoba keberuntungan dengan tulisan-tulisannya. Di media cetak lokal ini, Pak Encon baru berani mengirimkan naskah-naskah ringan saja, seperti kartun, humor, sajak dan lain-lain. Oh ya...ada hal istimewa dari Pak Encon. Jari-jari ajaibnya pandai sekali menghasilkan kartun. lebih dari seratus lima puluh kartun sudah beliau hasilkan. Ketika hasil karyanya dimuat sudah pasti ada kepuasan. Selain itu,  secara finansial pun menjanjikan. Akan tetapi, bagi Pak Encon menulis bukan semata-mata mengejar finansial tetapi lebih pada kenikmatan.

Pengalaman menulis puisi, humor dan kartun yang berhasil dimuat tidak  membuat Pak Encon puas. Beliau mencoba menulis cerpen. Belum merasa puas, Pak Encon merambah ke penulisan artikel. Dituliskan kegiatan-kegiatan teman-temannya kemudian dikirimkan ke koran Mitra Desa yang merupakan anak asuh dari  redaksi koran ternama Pikiran Rakyat. 

"KIAT-KIAT MENULIS UNTUK MAJALAH ATAU KORAN"

Masih dengan suaranya yang begitu berat dan berwibawa, Pak Encon meneruskan materi kuliahnya. Beliau memaparkan kiat-kiat bagi penulis pemula agar tulisannya dimuat di koran atau majalah. Ada beberapa hal yang beliau sampaikan:
1. Menulis dari hal-hal yang sederhana
            Menulis dari jenis tulisan yang sederhana dan ringan sangat disarankan. Selain mudah untuk dilakukan juga tidak menjadi beban yang berat ketika menulis tulisan-tulisan ringan seperti puisi, pantun, dan lain-lain.

2. Bergabung dengan komunitas menulis
            Mengapa hal ini ditekankan oleh Pak Encon? Dengan bergabung di komunitas menulis, apapun itu, akan menambah  wawasan dan ilmu di bidang tulis menulis. Hal ini  juga dilakukan olek Pak Encon. Beliau bergabung dengan komunitas Balai Jurnalis Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia. Melalui komunitas ini Pak Encon mendapatkan ilmu bagaimana menulis artikel dan cerpen yang baik, bagaimana mengetahui jenis-jenis tulisan yang dibutuhkan koran. 

3. Mengirim naskah ke  redaksi lokal terlebih dahulu
           Hal yang harus dipahami khususnya penulis pemula, bahwa sebagai penulis harus berawal dari yang kecil dan sederhana. Demikian juga halnya dengan pengiriman naskah. Pengiriman naskah ke redaksi lokal lebih membuka pintu untuk dimuatnya tulisan.  

4. Tahan Banting
            Mental tahan banting harus dimiliki oleh seorang penulis. Ketika penolakan naskah terjadi atau tidak dimuatnya tulisan, seorang penulis tidak boleh patah arang. Jangan pernah berhenti mengirim naskah hanya karena satu atau dua kali penolakan. 

MENGAPA NASKAH TIDAK DIMUAT?


Seperti qoute di atas, secara umum ketika harapan dan kenyataan tidak seperti yang diharapkan akan membuat kita kecewa bahkan patah hati. Berkatian dengan tidak dimuatnya tulisan di koran atau majalah, Pak Encon mengajak kami berpikir positif. Berikut hal-hal yang harus diperhatikan ketika tidak dimuatnya tulisan kita:
a. Perhatikan judul tulisan dengan harapan redaksi
    Ketika judul naskah tidak sesuai dengan harapan redaksi maka sangat membuka kemungkinan        penolakan. Misalnya mengirim naskah yang berisi tips atau bagamana membuat sesuatu. Tema ini tidak sesuai dengan harapan koran. 

b. Tema tulisan dengan kebutuhan pembaca
    Tema tulisan juga harus mengikuti pangsa pasar, dalam hal ini pembaca. Tema yang sedang hangat dikalangan masyarakat sangat menentukan dimuat atau tidaknya tulisan yang dikirim. Mengapa? Dipungkiri atau tidak, dunia percetakan adalah dunia bisnis. Omset dunia ini tidak luput dari peran konsumen dalam hali ini pembacanya. Jika tulisan kita tidak sesuai dengan permintaan pembaca sudah pasti tidak akan dimuat.

c. Ide tulisan sudah ketinggalan
    Ketika ada momen tertentu sudah pasti penulis akan menorehkan momen tersebut dalam tulisannya. tidak menutup kemungkinan satu momen bisa ditulis oleh lebih dari satu penulis. Kecepatan pengiriman ke redaksi sangat menentukan dimuatnya tulisan. Ketika ide  kita sudah didahului oleh penulis lain sudah pasti tulisan kita sudah dianggap basi.

APA SAJA KUNCI UTAMA MENULIS ARTIKEL ?

Untuk melakukan sesuatu dibutuhkan ilmu yang cukup agar  hasil maksimal diperolah dan sesuai harapan. Demikian juga dengan menulis untuk koran atau majalah. Senjata ampuh harus dimiliki agar hasil tulisan dapat diterima dengan baik oleh pihak redaksi maupun masyarakat. 

Untuk  hal di atas, Pak Encon juga membagikan ilmunya kepada kami. Kami harus mengetahui dan memahami teknik-teknik menulis meliputi:
a. Cara membuat judul artikel
b. Cara menulis prolog dari artikel 
c. Cara memaparkan artikel
d. Cara menutup artikel

Ke empat dasar di atas merupakan kunci utama dalam menulis artikel. Ke empat teori tersebut merupakan satu kesatuan yang akan membangun kesempurnaan artikel.

Di akhir perkuliahan, Pak Encon berpesan mengenai adab pengiriman naskah. Disarankan untuk tidak mengirim naskah yang sama, di waktu yang sama ke beberapa redaktur. Hal ini perlu dilakukan agar tidak melanggar kode etik penerbitan naskah. Disarankan satu naskah dikirim ke satu redaksi terlebih dahulu. Jika kita mengirim ke koran, disarankan menunggu satu sampai tiga hari. Jika mengirim naskah ke tabloit, disarankan untuk menunggu 2 dua sampai tiga bulan. Jika  dalam  kurun waktu tersebut tulisan tetap tidak dimuat maka kita boleh mengirim ke redaksi lain.

Demikian hasil resume pekuliahan hari ke sembilan. Semoga bermanfaat. Salam literasi ...semangat menulis.






Kamis, 22 Oktober 2020

BELAJAR MENULIS BARENG OM JAY, HARI KE 8, 21 OKTOBER 2020

 

MOTIVASI MENULIS DARI BU GURU CANTIK

Hari ini perjuanganku untuk berguru di kelas Om Jay sudah memasuki hari ke 8. Tak sabar aku menunggu jam perkuliahan dimulai. Detik berganti menit. Menit berganti jam. Aku semakin tak sabar untuk berguru. Belajar di kelas ini ternyata seru. Seolah terhipnotis saja, aku terus bertanya-tanya siapa sosok hebat untuk setiap pertemuan dan materi apa yang akan dituangkan ke dalam gelas-gelas ilmuku.

Tak terasa mentari telah bergulir di sebelah barat. Sinarnya pun sudah tidak seterik tadi siang. Sore ini aku dan suamiku memupuk cinta kasih dengan berkebun bersama. Bermain-main dengan tanaman hias memang bisa menyatukan kami dan memperkuat getar-getar cinta kami berdua.

“Ayo, Bu kita pasang paranet. Bapak sudah beli lho paranetnya” ajak suamiku. Memang sudah beberapa hari kami berencana memindahkan beberapa varian aglonema yang sudah kami tangkarkan.  

“Ayo” sahutku dengan cepat.

Kira-kira setengah jam, paranet sudah terpasang rapi. Siap untuk ditempati oleh penduduk baru agar tidak kepanasan. Aglonema memang termasuk jenis tanaman hias yang takut panas. Dengan posisi dibawah paranet pasti tanaman kesayangan kami ini akan jauh lebih cantik.

Adzan Maghrib pun berkumandang, pertanda kami berdua harus berhenti karena panggilan suci ini.  Setelah solat, kembali curiosity ku pun kembali muncul akan materi kuliah malam ini. Aku persiapkan segala sesuatunya untuk mengikuti perkuliahan malam ini. Wedang jahe dan cemilan pun siap menemaniku belajar. Bakwan makanan kesukaanku pun tidak ketinggalan tersaji di meja kerjaku.

Hore ................Jam dinding di kamarku berdentang tujuh kali. Pertanda Om Jay akan membuka pintu kelas. Dan benar saja, ketika aku mengambil posisi duduk manis, Om Jay sudah  membuka pintu ruang kelasku. Rasa lega bercampur dag dig dug terus menggayutiku.



Kalimat indah itu kutemukan di internet saat browsing materi ajar malam ini.. Aku sadar bahwa menuntut ilmu tidak dibatasi dengan usia. Kapan kita belajar dan kepada siapa kita belajar bukan menjadi soal. Meski usiaku jauh lebih tua, aku harus menjadi murid yang baik. Seperti malam ini, egoku harus kutahan sekeras mungkin. Dosen cantik dan muda belia dihadirkan Om Jay.

Ibu Nora Purwa Yunita, M.Pd. adalah dosen istimewa kami malam  ini. Usianya masih sangat muda. Beliau lahir di Kudus, 12 Juni 1989, putra pertama dari dua bersaudara dengan ayah bernama Ali Achmadi, S.Pd dan ibu Noor Fatkhiyah, S.Pd.SD. Hmmmm .... masih muda sekali dosenku kali ini. Saat kubaca CV beliau, ternyata aku terpukau. Diusia yang masih muda sudah sedemikian hebatnya prestasi ibu muda ini.

Berbagai macam komuntas menulis diikuti oleh ibu cantik ini.  Mulia dari komunitas sejuta guru ngeblog, Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, tim admin di website guru penggerak, komunitas koordinator virtual Indonesia (KKVI), anggota Musyawarah Guru Mata Pelajaran Prakarya dan IPA, serta Pembimbing ekstrakurikuler KIR SMP.

            Salut, terkesima, kagum, itulah kata-kata yang bisa kuucapkan untuk dosen cantikku ini. Bagaimana tidak? Posisi sebagai ibu rumah tangga sudah luar biasa menyita waktu. Akan tetapi beliau  masih mampu berkarya. Masih ditambah lagi dengan beban kerja beliau di kantor baik sebagai guru maupun sebagai wali kelas. Sudah pasti kepenatan selalu menyelimuti beliau.

            Untuk  menjadi sesuatu atau menghasilkan sesuatu, tidak selamanya berjalan mulus. Berbagai sandungan pasti akan dihadapi. Tatangan dan hambatan datang berlalu. Tak pelak hal ini juga dihadapi  oleh Ibu Nora. Pada perkuliahan malam ini beliau menyampaikan rintangan-rintangan selama menulis. Berikut rintangan-rintangan yang beliau hadapi :

1.    Kegiatan yang banyak.

Banyaknya kegiatan menjadi hambatan utama dalam menulis. Apalagi di masa Pandemi seperti sekarang, pembelajaran daring justru menuntut persiapan yang lebih banyak.  Beliau harus menentukan  skala prioritas agar semua agenda dan beban kerja terselesaikan dengan baik. Ditambah lagi dengan beban Ibu Nora sebagai wali kelas. Posisi yang juga membutuhkan tenaga ekstra karena tidak menutup kemungkinan siswa bimbingannya sangat membutuhkan perhatian beliau.


2.    Malas dan jenuh

Rutinitas keseharian yang dilakukan secara berulang-ulang sangat memungkinkan munculnya rasa jenuh. Jika kejenuhan ini sudah tidak bisa diatasi lagi, sifat malas akan mengikuti. Rasa malas mengerjakan rutinitas akan semakin dirasakan.

Agar malas dan jenuh segera hilang, Ibu Nora memiliki trik jitu. Pengalihan perhatian ke hal-hal lain beliau lakukan. Menonton film, membaca novel atau kegiatan lain dijadikan sebagai refreshmen.

Memanjakan diri untuk keluar dari rutinitas memang dianjurkan. Akan tetapi hal ini tidak boleh berkepanjangan. Setelah dirasa cukup, siapkan diri untuk kembali berkarya.

 

3.    Krisis ide

Ketika krisis ide menghadang  Ibu Nora, perempuan cerdas nan cantik ini tetap memaksa diri mencari ide untuk menulis. Pengalaman Bapak Akbar Zainudin, sosok panutannya ini mengingatkan Ibu Nora bahwa segala yang dirasakan dan dilihat bisa diangkat menjadi ide cemerlang untuk menulis.

Ibu Nora membagikan hasil tulisan yang dihasilkan ketika tidak memiliki ide untuk menulis. Berikut link karya beliau yang sudah diunggah di blog pribadi beliau:

a.    Tulisan hasil dari jalan-jalan :

https://noraliapurwa.blogspot.com/2020/05/eksotika-pantai-bandengan-jepara.html

 

b.    Tulisan hasil menonton TV :

     https://noraliapurwa.blogspot.com/2020/05/memahami-dunia-anak-lewat-tontonan.html

 

c.    Tulisan hasil dari suara hati selama pendemi :

h           https://noraliapurwa.blogspot.com/2020/06/menjadi-orang-tua-kedua.html

Dari ketiga contoh di atas, Ibu Nora berusaha menyadarkan kami para penulis pemula untuk memiliki keyakinan mampu menulis bahkan ketika tidak memiliki ide apapun untuk menulis.

 

4.    Perbendaharaan kata.

Sejenak aku teringat kuliah pertama kelas Om Jay . Kata adalah senjata. Bahwa seorang penulis harus memiliki perbendaharaan kata yang cukup atau lebh dari cukup untuk menghasilkan karya. Penguasaan kata yang terbatas menyebabkan terjadinya pengulangan kata yang berujung pada penilaian bahwa tulisan kita membosankan.

Pemateri cantik ini pun pernah merasakan bahwa penguasaan kata maupun diksi beliau kurang memadahi. Dan hal ini juga menjadi kendala beliau ketika menulis. Tapi beliau tidak kehilangan akal. Untuk mengatasi hal ini membaca menjadi pilihannya untuk meningkatkan penguasaan kosa kata. Luar biasa.......seolah tida ada jalan buntu saja untuk ibu dua anak ini.

 

5.    Takut salah

Ketakutan dalam proses menulis wajar terjadi khususnya bagi penulis pemula. Akibatnya, tulisan yang  diharapkan muncul tidak pernah terwujud karena rasa takut ini. Hal yang sama juga dialami oleh Ibu Nora ketika mengikuti kelas menulis OM Jay. Tapi lagi-lagi sosok nomor satu di kelas Belajar Menulis Bareng Om Jay ini mengembuskan kesejukan. Beliau meyakinkkan Ibu Nora untuk tetap menulis.

Dengan berbekal kayakinan dari Om Jay, Ibu Nora tidak lagi memikirkan aturan penulisan ataupun kaidah bahasa yang akan menyulitkannya ketika menulis. Menulis apa yang beliau pikirkan saja.



Selain berbagi pengalaman tentang tantangan atau kendala dalam menulis, Ibu Nora  juga berbagi ilmu sakti jurus jitu menulis. Tiga kata hebat menjadi andalan beliau : “NIAT, PAKSA, MAU”

Niat kuat untuk menulis harus dimunculkan. Setelah muncul niat maka untuk merealisasikan harua ada unsur pemaksaan. Paksa kita sendiri untuk mewujudkan niat yang sudah ada. Ketika sudah ada niat dan keinginan memaksa diri sudah ada maka ujung perjuangan adalah kemauan untuk mengerjakannya.

            Demikian resume saya di pertemuan yang ke 8 kelas menulis bareng Om Jay. Semoga catatan kecil ini bisa menyemagati diri saya sendiri dan pembaca. Jangan pernah takut untuk menulis.......Salam pejuang literasi